Masa-masa
sekolah adalah masa-masa yang menyenangkan, dimana ketika seorang remaja masih
bebas melakukan semua keinginannya. Bergaul dengan teman sebaya, narsis-narsis
di tempat umum, berwisata kuliner dan sebagainya. Hingga cinta tumbuh di tengah
perjalanannya. Cinta antara seorang pria dan wanita. Cinta yang pasti dirasakan
oleh semua orang.
Di dalam kamar
mungilku ini, kusempatkan untuk membuka album kenangan semasa SMA ku dulu. Aku
tersenyum, merindukan mereka para sahabatku. Sahabat yang selalu ada saat suka
maupun duka, sahabat yang selalu mengerti keadaan kita, sahabat yang tak
pantang menyerah dan selalu sabar mengajari kita akan suatu hal. Bagaimana
kabar mereka sekarang? Baik kah? Sukses kah? Dan aku yakin Riska, Ofi, Fina,
Yani, Aren, Dewi dan Rosa, ke 7 sahabatku ini pasti sudah bahagia bersama
keluarga baru mereka.
Sekarang aku
sendiri, melewati cobaan yang begitu berat tuk ku jalani tanpa adanya sahabat
di sisiku sebagai tempat curahan hati. Harus bagaimana aku???
Aku masih teringat
akan perkataan kekasihku 6 tahun yang lalu. Dimana aku dan dia harus menjalani
backstreet dari kedua orangtuaku.
“Udahlah, dijalani
aja. Kalau emang jodoh pasti kita akan selalu bersama, tapi kalau kedua
orangtuamu masih juga belum merestui, mungkin kita belum berjodoh.”
“Tapi, kamu nggak
apa dengan sikap kedua orangtuaku?”
“Kalau kamu kuat,
aku nggak apa.”
Waktu berjalan
begitu cepat, tak kusangka umurku sudah bukan waktuya untuk main-main dalam hal
percintaan. Umur 24 tahun adalah umur yang cukup untuk berumah tangga. Tapi apa
daya? Sampai umurku yang bukan remaja lagi, kedua orangtuaku masih belum juga
merestui hubungan ku dengan kekasihku, Hamda. Bahkan mereka telah menjodohkanku
dengan seseorang yang telah lama menghilang dari kehidupanku.
“Gimana? Apa kamu
sudah mengambil keputusan?” tanya ibuku ketika kami sedang bersantai di ruang
keluarga.
“Ibu, mengapa
dengan Mas Hamda? Apa yang kurang dari dia? Sampai saat ini Ibu belum juga
merestui hubungan kami.”
Hamda memang
tampan,baik, sopan, mempunyai pekerjaan yang mapan dan dari keluarga yang
baik-baik, tapi maaf, dari awal bertemu Hamda, Ibu kurang sreg dengan dia.”
“Tak bisakah Ibu
memberi kesempatan untuk Mas Hamda?” pintaku.
“Ana, Ibu sudah
baik kepadamu, menjodohkanmu dengan orang yang pernah dekat denganmu. Bukankah kamu
senang jika berjodoh dengan cinta pertamamu, Rihan?”
“Biar aku pikir-pikir
lagi Bu…” jawabku seraya beranjak dari kursi.
“Mau kemana kamu
,Ana?” tanya Ibu.
“Ke tempat yang
tenang, dimana aku bisa menemukan jawaban yang tepat.”
“Ingat Ana, jika
kamu memilih Hamda, Ibu tidak akan menganggapmu sebagai anak Ibu lagi !” itu
kalimat terakhir yang ku dengar sebelum aku menutup pintu rumah.
Hujan lebat di
sore hari tidak menghentikanku untuk tetap berjalan keluar rumah. Aku bingung
harus memilih siapa? Setiap malam aku sudah shalat isthikharah, tapi jawaban
itu belum muncul juga. Apakah aku harus mengecewakan seseorang yang hampir 9 tahun ini selalu ada untukku? Apakah aku harus
durhaka kepada kedua orangtuaku? Dan apakah aku harus berjodoh dengan seseorang
yang telah lama menghilang dari kehidupanku dan sekarang tiba-tiba muncul lagi
di kehidupanku?
Memang benar,
semua orang tidak mungkin melupakan cinta pertmanya. Tapi sangat berat jika
harus meninggalkan seseorang yang bertahun-tahun selalu ada untuk kita.
Aku terus melamun
di sepanjang perjalanan keluar rumah dan di tengah lebatnya guyuran hujan yang
membasahi tubuhku. Hingga aku baru tersadar ketika klakson mobil bersuara keras
dan berjalan cepat mendekatiku.
“Aaaaaaaa………”
“BRAKKK !!!!”
“Allah…..” satu
kata terakhir yang terucap dari bibirku sebelum semuanya telah gelap dan tak
terlihat.
Ya Allah…
terimakasih Engkau benar-benar telah menuntunku ke tempat yang tenang. Sekarang
aku telah mengetahui jawaban yang tepat untukku. Aku telah mengetahui siapa
jodoh dan cinta sejatiku yang sebenarnya, Engkau lah Ya Allah.
#ini adalah cerpen aku yang pernah dimuat di majalah sekolah edisi 2014 :)
Komentar
Posting Komentar