Bila
cinta bisa menyatukannya
Kenapa
masih ada perbedaan?
Bukankah
Tuhan menciptakan perbedaan untuk disatukan?
Tapi
mengapa masih saja menjadi sebuah pertentangan?
Stevanus Adit atau yang biasa disapa
Stevent adalah seseorang yang sangat
Mira cintai meski ia tahu ini adalah hal terlarang yang pernah ia
lakukan. Satu tahun menjalin hubungan dengan Stevent memang tak semudah
berjalan di jalan yang mulus. Terlalu banyak rintangan dan cobaan yang harus
mereka hadapi. Mira tahu mereka memang berbeda keyakinan, tapi apakah harus
serumit ini?
Masih teringat jelas nasihat sahabat
Mira ketika ia bimbang menjawab pernyataan jujur dari Stevent.
“Semua
keputusan ada di tanganmu, karena memang kamu yang merasakannya. Aku cuma kasih
saran, kalian berbeda keyakinan. Jalan yang kalian tempuh berbeda, semua apa
yang kalian yakini pun juga berbeda. Dan biasanya hubungan yang berbeda
keyakinan banyak banget cobaannya. Tapi kalau kamu memang yakin sama dia, aku
harap kamu bisa sabar menghadapinya.”
Dan
memang benar, inilah yang sedang Mira hadapi.
Baru saja ia melatunkan beberapa
surat dari dalam Al-Qur’an dan berdoa agar seseorang yang sedang terbaring
lemah tak berdaya di hadapannya ini bisa sembuh. Walaupun ia tahu, doa dari
seseorang yang tidak seiman tidak akan pernah terwujud. Tapi apa salahnya
mencoba? Allah Maha Mendengar, Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Mira percaya
akan hal itu.
Dilihatnya kembali seseorang yang
amat Mira cintai ini. Hatinya perih, jantungnya berdegup kencang, khawatir
dengan keadaan kekasihnya yang sekarang terbaring lemah di atas ranjang dengan
mesin EKG yang menyala di sampingnya dan saluran infus yang terpasang di
lengannya. Digenggamnya tangan Stevent yang terasa dingin layaknya es batu.
Dipandanginya pula wajah Stevent yang pucat dengan mata yang masih terpejam
tapi masih terlihat manis.
Mira masih merasa bersalah dengan
kejadian beberapa bulan yang lalu ketika ia nyaris mengalami kecelakaan andai
saja tidak ada seseorang yang menolongnya. Ya, Stevent lah yang menolongnya
ketika mobil melaju kencang dan hampir menabrak Mira ketika menyeberang jalan.
Stevent sempat kehilangan ingatannya, tapi beruntung itu hanya sebentar. Tapi
beberapa bulan berikutnya, lebih tepatnya saat ini, keadaan Stevent kembali
drop. Ia mengalami koma.
Terdengar suara pintu terbuka,
ternyata tante Nita, ibunda Stevent
datang bersama dengan seorang dokter yang akan memeriksa keadaan
Stevent. Sang dokter langsung mengambil
posisi, sedangkah tante Nita yang mengetahui keberadaan Mira langsung
menariknya keluar ruangan.
“Mau apa lagi kamu ke sini?”
“Saya cuma mau menengok Stevent,
Tante”.
“Sudah berulang kali saya bilang
sama kamu, jangan pernah deketin anak saya lagi. Belum puas kamu sudah membuat
anak saya nyaris kehilangan nyawanya? Belum puas kamu melihat anak saya sempat
kehilangan ingatannya? Dan sampai dia koma pun kamu masih berani-beraninya
datang ke sini? Mau kamu apa? Ha?” kata tante Nita berapi-api dengan wajah
kusutnya yang terlihat baru menangis.
“Maaf Tante, saya hanya ingin berada
di dekatnya. Saya sangat mencintainya dan nggak ingin kehilangan dia”.
“Omong kosong! Dengar ya, semenjak
anak saya dekat dengan kamu, masalah-masalah selalu datang ke kehidupannya.
Dari awal saya memang sudah tidak suka dengan kehadiran kamu. Kalian berdua
memang nggak akan pernah bersatu, dan kamu tau itu kan?” jelas tante Nita yang
kemudian berbalik badan dan masuk kembali ke ruang UGD, tempat Stevent kini
diperiksa.
Mira hanya diam menunduk.
Ditengoknya kembali keadaan Stevent dari balik kaca pintu. Ia masih penasaran
dengan keadaan kekasihnya itu.
“Bagaimana keadaan anak saya,Dok?”
“Maaf, anak Ibu
mengalami penggumpalan datah pada otak belakang yang mungkin terjadi waktu
kecelakaan sebelumnya. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan”.
“Nggak mungkin,Dok. Apa tidak ada
cara lain untuk mengatasinya? Operasi mungkin?”
“Gumpalan darahnya terlalu besar
untuk diangkat karena kejadiannya operasi
kalau kondisinya seperti ini. bisa-bisa kami kehilangan dia di tengah operasi.”
Mira yang mendengarnya dari luar pun
langsung shock. Ia hanya mematung
sambil tetap menggenggam erat Al-Qur’annya. Sekujur tubuhnya tiba-tiba lemas. Kakinya
sudah tak kuat untuk menopang tubuhnya berdiri, dan pada akhirnya ia jatuh
terduduk di lantai.
Tak berselang lama, tiba-tiba
beberapa perawat berlari-lari kecil menuju ruang UGD. Didorongnya seseorang
yang kini sudah tertutup kain putih di seluruh tubuhnya. Isak tangis Mira pun
semakin menjadi tatkala seseorang yang ia cintai benar- benar sudah
meninggalkannya.
Mengapa
Tuhan mempersatukan perbedaan
Bila
keyakunan selalu menghalanginya?
Mengapa
Tuhan mempersatukannya
Bila
akhirnya Dia memisahkannya?
Komentar
Posting Komentar