Kediri,
23 Pebruari 2015
Dear
Bapak,
Pak, aku nggak tau harus memulainya
darimana. Bapak adalah pahlawan di keluarga ini. Pahlawan yang selalu siap
sedia melindungi serta menyayangi kami semua. Mulai dari menjaga ibu saat hamil
pertama hingga kini melepas dua dari empat anakmu karena sudah waktunya
menjalani kehidupan yang baru.
Pak, sungguh aku minta maaf sudah
sering mengecewakanmu. Pernah membuatmu marah karena kenakalanku ketika aku
kecil. Bahkan sampai saat ini pun aku masih sering merepotkanmu. Terlalu
menghamburkan uang yang menurutku sebenarnya nggak perlu andai saja aku bisa
menjaga kesehatanku.
Harusnya aku bersyukur karena aku
adalah satu-satunya anak yang nggak memiliki penyakit kambuh. Mbak Ririn yang
punya alergi dingin dan debu serta mbak Mita dan Ofa yang mempunyai asma
akut. Tapi nggak tau kenapa aku nggak bisa menjaga alat inderaku dengan baik.
Mataku minus, hingga akhirnya harus
menggunakan kacamata. Gigiku nggak tertata rapi, sampai akhirnya disarankan
untuk dibehel. Dan Bapak masih ingat, kan beberapa bulan yang lalu
pendengaranku sedikit bermasalah karena suara yang ku tangkap sangat kecil,
hingga akhirnya Bapak membawaku ke dokter THT.
Maafkan aku,Pak sudah membuatmu
harus mengeluarkan biaya banyak. Padahal aku sendiri tahu kalau Bapak sudah pensiun
dari pegawai kantoran dan nggak lagi mendapat gaji bulanan. Sampai akhirnya
Bapak harus menjual mobil, satu-satunya kendaraan besar yang Bapak miliki serta
mendirikan warung dan menjual jajanan anak-anak serta berternak ikan lele di
rumah.
Malu. Ya, jujur awalnya aku malu
memiliki bapak yang bekerja seperti ini. Tapi aku sadar,Pak ini semua Bapak
lakukan hanya demi menghidupi keluarga. Menyekolahkanku dan Ofa ke
perguruan tinggi yang biayanya jelas nggak sedikit. Hingga akhirnya aku sudah
terbiasa dan justru menikmati pekerjaan Bapak yang sekarang, karena aku bisa
membantu Bapak meski hanya sesekali.
“Aku sayang Bapak, Pak”. Ingin
rasanya aku mengucap kalimat itu secara langsung sambil memeluk Bapak. Tapi
nggak tahu kenapa hati kecil ini terlalu malu untuk melakukannya, terlebih
karena aku yang sudah dewasa.
Mungkin melalui surat ini, Bapak
bisa tahu apa yang aku rasakan. Aku sayang Bapak, melebihi rasa sayangku
terhadap seorang pria yang saat ini sedang aku taksir. I LOVE YOU, DAD. Cintaku
selalu untukmu.
Anakmu
tersayang,
Rosdiana
Nur Hidayati
Komentar
Posting Komentar