Senja.
Apa sih yang aku tahu tentang senja? Cuma langit berwarna jingga kemerah-merahan
yang muncul ketika sore hari menjelang Magrib. Apanya yang istimewa? Nggak ada
sama sekali hingga senja itu sendiri tiba-tiba masuk ke dunia kecilku dan
merubah semua pemikiranku.
Banyak orang yang bilang bahwa senja
itu adalah salah satu anugrah Tuhan yang begitu indah. Aku mulai setuju
pendapat itu, walau sebenarnya aku belum pernah benar-benar melihat secara
langsung proses tenggelamnya matahari.
Senja
memang benar-benar indah dan menarik. Tak hanya itu, kehadirannya pun mampu
menciptakan kesunyian yang ada pada sekitarnya, membuat nyaman kepada siapapun
yang merasakannya, salah satunya aku. Bagaimana mungkin secepat ini aku bisa
berpaling dari sosok hujan yang telah bertahun-tahun kukagumi secara diam-diam?
Padahal untuk mendapatkan kepastiannya pun sangat sulit. Jangan tanya kepastian
apa, karena aku tak ingin membahasnya.
Salahkah
jika aku berhenti mengharapkan kehadiran pelangi dari sosok hujan? Karena
seperti yang kita tahu, pelangi belum tentu muncul di setiap hujan reda. Ya
walaupun pelangi jauh lebih indah dari pada senja, tapi aku nggak mau terlalu
lama menanti harapan yang nggak pasti. Dan tentu, salah satunya aku menyukai
senja adalah dia selalu hadir meski hanya di sore hari menjelang Magrib.
Senja
memang pandai membuat nyaman setiap orang, bahkan sampai membuatku berharap
lebih untuk bisa menjangkaunya dan memiliki seutuhnya. Tapi sayangnya, ia hanya
singgah sementara seiring tenggelamnya matahari. Dan aku belajar dari filosofi
senja, bahwa ia mengajarkan kita makna “rela”. Rela melepas apa yang sebenarnya
bukan milik kita, karena semua yang ada di dunia ini hanya bersifat sementara.
Pun dengan apa yang pernah diutarakan senja itu sendiri, “Pertemuan dan perpisahan
sudah ada yang ngatur.” Lalu aku bisa apa jika sudah demikian? Karena pada
dasarnya senja memang hanya milik Tuhan semata, dan aku yang memang terlalu
mudah terbawa suasana. Ah, ntahlah.
***
Pusing
ya baca kalimat di atas yang nggak puitis-puitis banget dan sulit untuk
dimengerti? Hemmm… yang jelas intinya, kejadian itu terulang lagi. Istilah PDKT
yang sampai sekarang aku nggak ngerti maksudnya. Bingung membedakan antara PDKT
untuk ke arah yang serius dan PDKT yang hanya untuk menjalin persahabatan.
Oke,
aku jelasin satu-satu. Pertama tentang sosok hujan dan pelangi. Kedua obyek ini
adalah satu kesatuan, alias hanya berwujud 1 orang. Dia teman sekelasku, dan
yang sempat aku kagumi secara diam-diam selama kurang lebih 1,5 tahun. Istilah
kerennya, aku sempat berada di posisi secret
admirer.
Jika
kamu mengikti coretan-coretan kecilku di instagram, kamu akan paham gimana
galaunya aku, tersiksanya aku berada di posisi ini selama 1,5 tahun atau 3
semester. Wajarlah, dia ini memang cukup popular dan banyak dikagumi kaum hawa
karena sifatnya yang kelewat care. Nggak
cuma sama cewek, tapi cowok juga. Ah, kayaknya aku sudah terlalu sering
mendeskripsikan dia lewat puisi dan cerpen abal-abalku. Satu lagi yang bikin
nyesek dan membuatku berpikir ini nggak mungkin untuk diterusin, kita beda
keyakinan, dan aku sadar itu.
Kayaknya
terlalu panjang jika aku hanya menjelaskan hujan dan pelangi, karena di scene ini aku ingin menceritakan tentang
obyek yang ketiga, senja, yang baru aja masuk ke dunia kecilku.
***
Untuk
yang kesekian kalinya, kenapa aku harus mengalaminya lagi? Sifatku yang mana
yang salah? Apa ini sebuah karma? Karma karena aku terlalu sering cuek sama
beberapa cowok yang memang hanya sekedar ingin kenal sama aku? Atau karma karena
aku menolak untuk kembali ke masa lalu? Hanya karena itu? Apa salah kalau aku
bersikap cuek jika aku memang bener-bener nggak suka? Dan apa salah jika aku
menolaknya kalau memang sudah nggak ada perasaan apa-apa? Tuhan, aku harus
bagaimana?
Pertama,
tak cukupkah dibuat senyaman mungkin hanya untuk menjadi pelariannya sampai ia
balikan dengan mantanya? Lalu menghilang dan tiba-tiba sudah menikah. Cukup
sakit kan? Kedua, aneh nggak sih tiba-tiba ada temen lama yang dulunya nggak
akrab jadi sok akrab sampai ngajak jalan berdua dan sempet dibikin nyaman pula.
Dan lagi-lagi aku hanya dijadikan pelariannya sampai ia menemukan cewek baru,
yang jelas itu bukan aku. Lalu dia menghilang dan nggak ada kabar lagi. Ketiga,
mungkin ini memang salahku menyukai cowok yang sifatnya terlalu care ke semua orang hingga bikin aku
salah paham, sebut aja hujan yang udah aku jelaskan sedikit di atas tadi. Awalnya
aku biasa aja, karena aku sadar ini nggak akan mungkin. Dan hei, kamu tahu apa,
sekali lagi aku berpikir bahwa aku hanya dijadikan pelariannya setelah dia
putus dengan pacarnya. Bayangin, sebelumnya dia jarang banget ngajak ngobrol
aku, tapi tiba-tiba dia jadi ngakrabin diri dan itu tepat di bulan yang sama
dengan putusnya hubungan dia. Seneng? Sedikit, karena ini adalah moment yang aku tunggu-tunggu. Sakit? Iya, karena
aku sadar dia care nggak hanya ke aku
aja. Dan yang bikin sakit hati banget di cowok yang ketiga ini adalah,
sepertinya dia nggak bisa menjaga perasaan seseorang yang baru aja jujur sama
dia. Oke fine, karena memang kita nggak
ada hubungan apa-apa, tapi tolong jangan tunjukin kedekatan itu di hadapanku.
Keempat,
ini adalah inti dari segala inti yang ingin aku ceritakan dari tadi. Aku ingin
mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada di dalam pikiranku. Nggak lama sih aku
kenal sama dia, baru satu tahun, dan itu nggak sengaja berlanjut sampai
sekarang. Dia kakak tingkatku, beda jurusan. Awalnya aku nggak ada niatan
kenalan sama dia. Cuma ngomment
statusnya dia di BBM yang bikin aku penasaran, karena pikirku dia adalah teman
seangkatan. Kayaknya cukup panjang kalau dijelasin gimana awal mulanya. Tapi oke
nggak apa, aku akan sabar menjelaskannya. Terserah dia bakal baca ini atau
nggak, aku nggak peduli.
Setelah
insiden BBM itu, kita jadi sering comment
an di BBM hanya karena status yang dibuat. Bahkan terkadang kita ngobrolin hal
yang nggak penting. Hingga suatu saat
aku memutuskan untuk nggak pakai BBM lagi. Bukan karena aku menghindar dari
dia, tapi memang memori HPku yang udah penuh. Dan sejak itu kita sempet nggak
ada komunikasi lagi.
Nggak
lama, tiba-tiba dia spam like foto-fotoku
di instagram. Heran dong. Akhirnya aku kirim pesan pribadi ke dia, istilah
instagramnya DM. Dan well, dia bikin
pengakuan kangen chattingan sama aku.
Oke, aku kasih penjelasan mengenai BBM tadi dan aku beri nomor WA ku.
Nah,
sejak inilah frekuensi komunikasiku sama dia lebih sering dan lebih intim. Aku bingung
menjelaskannya kenapa aku menyebutnya “senja”. Mungkin karena memang dia mudah
membuat nyaman layaknya senja, dan itu benar adanya.
Skip aja
deh ya, langsung ke inti permasalahannya. Aku lagi di ambang kebingungan. Membedakan
antara yang serius atau hanya sekedar ingin dekat. Bayangin gimana frekuensi
komunikasi dan obrolan apa aja yang biasa dilakukan orang pacaran. Komunikasinya
setiap hari kan? Obrolannya obrolan nggak penting kan? Perhatiannya kebangeten
kan? Dan aku merasa itu terjadi diantara aku dan dia.
Aku
sempat mendengar isu kalau dia adalah orang yang nggak jelas maunya apa dan
nggak bisa serius. Bahkan aku sempat tiba-tiba cuek sama dia yang akhirnya
bikin dia bertanya-tanya. Nyesel emang, aku sempet nyesel kenapa aku
terburu-buru cerita sama ibu kalau aku lagi deket sama dia, bahkan kejelasan
hubungannya pun belum bisa dipastikan. Andai dia tau, dia adalah cowok pertama
yang aku ceritakan ke ibu. Sebelumnya mana pernah aku cerita atau curhat ke ibu
masalah cowok? Nggak sama sekali.
Komunikasiku
sama dia sempat renggang, karena memang aku nggak ingin dipermainkan. Kejadinnya
baru seminggu yang lalu, sampai aku pengen banget ketemu dan ngobrol sama dia
tentang kejelasan hubungan ini. Tapi namanya cewek, apalagi cewek kayak aku,
mana tega? Apalagi setelah mendengar kabar dia sakit. Sejak itu, komunikasiku
kembali normal lagi, bahkan dia sempat menagih 2x tentang keinginanku yang
ingin ngobrol sama dia. Dia penasaran dengan apa yang akan aku bicarakan. Dan keinginan
itu baru terwujud semalam.
Oh
iya, satu yang belum aku bahas. Kita udah sempet bolak-balik ketemu, tapi lebih
hanya sekedar say hello aja di kampus
dan RS tempat aku PKL. Pertama kali ketemunya nggak sengaja waktu ada acara
besar di MATOS dan itu nggak ngobrol banyak.
Oke
kembali ke topik. Sebelumnya dia sempat nagih ketika kita sama-sama masih dinas
di RS. Dia udah kerja dan aku masih PKL di RS yang sama. Tapi aku nggak yakin
akan bebas ngobrol di RS, karena pasti akan ada yang mengawasi. Dia juga sempat
ngajak ketemuan di rumah, tapi lagi-lagi aku nggak yakin bisa bebas karena ada
kakak yang keponya kebangeten. Dan akhirnya pilihan terakhir adalah di luar.
Biasa
sih, makan malam aja, sekedar basa-basi dulu. Bahkan aku mendadak ragu akan
jujur sama dia. Jadinya aku ngeles mulu
alasan aku pengen ketemu dan ngobrol sama dia. Dan yang bikin aku bersyukur
nggak jadi jujur sama dia adalah, seenggaknya aku nggak memperlihatkan jadi
cewek bodoh di hadapan dia langsung. Kamu tau apa? Tiba-tiba sebelum pulang dia
juga sempet cerita kalau dulu juga pernah deket sama cewek, bahkan cewek temen
sejurusan dan seangkatan sama aku. Itu bermula dari BBM juga. Aku kenal sama
cewek ini, dan cewek ini ngerasa ke-GR an karena mengira dia suka sama cewek
ini, padahal nggak. Dia sendiri yang bilang. Dan andai aja aku benar-benar jadi
jujur malam itu juga, lantas apa bedanya aku sama cewek ini? Cuma ke-GR an
padahal perasaannya dia ke aku masih belum jelas.
Sakit
emang, udah dibikin senyaman mungkin, dibikin suka, tapi pada akhirnya nggak
ada niatan untuk serius. Ntahlah, mungkin memang karena aku yang terlalu perasa
dan aku bingung dengan perjalanan cintaku yang nggak ada kelarnya sampai aku menjelang
lulus kuliah.
Ibu…
aku benci dengan ini semua!!!
Komentar
Posting Komentar