Aku percaya
dengan keajaiban. Sesuatu yang ingin kita gapai melalui usaha dan pengorbanan
yang disertai rasa ikhlas, ntah apa pun nanti hasilnya. Kita sebagai manusia
hanya bisa berusaha dan berdoa, tapi tetap Allah yang menentukan. Usaha tanpa
doa tak ada artinya, begitu pula sebaliknya.
Kala
itu sekolahku mengadakan Kegiatan Tengan Semester, yang biasa kami sebut KTS.
Diadakan setiap satu tahun sekali setelah Ulangan Tengah Semester 1. Berbagai
macam kegiatan diadakan, seperti lomba futsal, voli, balap karung, mading, dan
mata pelajaran. Tak ketinggalan juga bazar serta panggung hiburan di puncak
acaranya.
Di
kelas aku bukanlah termasuk anak yang pintar. Ntah mengapa teman-temanku satu
kelas mempercayaiku untuk berpartisipasi dalam lomba mata pelajaran kimia.
“Ayolah,
kamu ya yang maju.” pinta salah satu temanku.
“Jangan
aku, yang lain aja.” kataku menolak.
“Kenapa
memangnya? Kami percaya kok sama kamu.”
“Aku
nggak bisa. Tahu sendirikan kemampuan ku berhitung nggak terlalu sempurna,
nggak bisa cepat.”
“Ini
kimia, bukan matematika. Soal berhitungnya pasti nggak sebanyak matematika.”
“Aduh,
gimana ya? Ntar kalau kalah?” tanyaku cemas.
“Udahlah,
ikut aja. Kalah menang urusan belakang, yang penting dari kelas kita ada yang
mewakili dan kami percayakan ke kamu.” kata ketua kelasku.
Awalnya aku
tak mau karena aku tak yakin dengan kemampuanku. Alasan demi alasan penolakan
terus ku lontarkan, tapi tak ada satu pun yang berhasil. Pada akhirnya aku
mengiyakan dengan meyakinkan diriku sendiri bahwa aku mampu.
Kini
sampailah pada hari H, dimana aku harus bertarung dengan soal-soal kimia. Sempat
aku berfikir untuk mengundurkan diri setelah aku tahu saingan-sainganku
merupakan anak-anak yang pintar dari setiap kelasnya. Wajah-wajah mereka
terlihat begitu bersemangat dan siap untuk bersaing memperebutkan piala
kejuaraan mata pelajaran kimia.
“Semangat,
kamu pasti bisa.” kata salah satu teman sekelasku memberikan semangat.
“Huuhhfftt…
Iya, semangat. Bismillah…” ucapku sebelum memasuki ruangan.
Aku
merasa persiapanku kurang matang, karena hingga detik-detik waktu akan habis
pun masih ada beberapa soal yang belum aku kerjakan. Satu demi satu peserta
mulai berhamburan keluar. Keadaan ini membuatku semakin tertekan dengan
soal-soal yang harus ku hadapi. Hanya satu dalam benakku, ingin aku segera
menyelesaikan soal-soal ini dan keluar dari keadaan yang buatku tertekan. Tak
sedikit pun terbesit dalam benakku untuk keluar sebagai pemenang. Cukup dengan
aku telah menyelesaikan soal-soal ini, aku sudah bersyukur. Setidaknya aku telah
berusaha memberikan yang terbaik untuk kelasku. Lainnya? Ku serahkan semua
hasilnya pada Allah.
Saat
upacara bendera, pemenang lomba-lomba kegiatan KTS diumumkan. Tak ada rasa
ketegangan pada diriku, karena aku tak terlalu berharap untuk menjadi juara. Sangat
bangga ketika lomba mata pelajaran matematika, fisika, dan biologi dimenangkan
oleh teman sekelasku, X-1. Satu hal yang tak pernah aku duga kala itu ialah,
ketika namaku disebutkan sebagai pemenang lomba mata pelajaran kimia.
“Untuk
mata pelajaran kimia, dimenangkan oleh Rosalinda Hidayati dari kelas X-1.” ucap
protokol upacara bendera.
Suara
tepuk tangan dari teman-teman satu kelas semakin keras, karena mereka bahkan
aku sendiri pun juga tak menyangka bahwa X-1 memborong piala kemenangan lomba
mata pelajaran dalam bidang IPA.
Niat, yakin, usaha dan doa merupakan
kunci menuju kesuksesan. Setelah itu, berserah dirilah kita kepada Allah. Kita
tak akan pernah tau hasilnya jikalau kita tak pernah mau mencoba. Yakinlah, bahwa
keajaiban itu nyata adanya.
Komentar
Posting Komentar