Jam tanganku
sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB. Mestinya aku sudah sampai di rumah, tapi
hujan menghadangku cukup lama hingga aku masih terjebak di parkiran sekolah.
Aku pikir dengan menunggu sebentar di dekat motorku hujan akan redah, tapi
nyatanya hujan semakin lebat. Aroma lembab hujan pun juga semakin kuat, hingga
masuk ke dalam rongga hidung. Hawanya yang dingin seakan menembus pori-pori
kulitku dan masuk serta menggerogoti tulang-tulang rusukku. Ah, sial aku tak
membawa jaket.
Ku
amati suasana di parkiran sekolah yang tak begitu luas ini. Motor-motor sudah
dapat kuhitung dengan jari. Teman-teman yang lain sudah pulang dari tadi. Ada
yang memang sudah dijemput, ada yang memakai jas hujan, dan ada pula yang nekat
untuk hujan-hujanan.
Kini
mataku tertuju pada sesosok pria yang berjalan dengan santainya menerobos hujan
lebat ini untuk sampai ke parkiran. Ku lihat dirinya sudah basah kuyup seakan
tak peduli lagi dengan lebatnya hujan. Ia tersenyum kepadaku dan terus berjalan
melewatiku. Eh, tunggu, ia berhenti sejenak, membalikkan badannya dan kembali
mendekatiku.
“Kenapa
belum pulang?” tanyanya.
“Masih hujan.”
jawabku singkat.
“Nggak
bawa jas hujan?” tanyanya lagi, aku hanya menggeleng.
“Sudah
berapa lama kamu nunggu di sini?”
“Mmmmm…
sekitar 1jam.”
Tanpa
berkata apa pun lagi, ia pergi meninggalkanku, berjalan ke arah motornya. Ia
membuka jok motornya, mengambil sesuatu di sana lalu menutupnya lagi dan
berjalan kembali mendekatiku.
“Ini,
pakai aja!” katanya sembari menyodorkan jas hujan kepadaku.
“Mmmm…”
belum sempat aku mengeluarkan suara, ia sudah kembali berkata.
“Udah,
tenang aja, aku bisa hujan-huajanan kok, lagi pula aku juga udah basah kuyup.
“Beneran
nggak apa?” tanyaku khawatir.
“Nggak
apa kok. Udah, cepetan pulang, langit udah mulai gelap, parkiran juga udah
mulai sepi.”
“Iya,
makasih ya..” ucapku, ia hanya tersenyum.
***
Siang
ini langit begitu cerah. Terik matahari rasanya ingin membalas dendam cuaca
kemarin. Hampir semua orang dibuat gerah karena sangat panasnya.
Aku
sengaja pulang terlambat, bukan karena hujan lagi atau pun takut jika kulitku
hitam karena cuaca yang amat panas. Tetapi aku menunggu seseorang. Dia adik
kelasku, namanya Hamda. Mungkin dia tak begitu tampan, tapi postur tubuhnya
yang ideal lah yang membuatnya sedikit keren.
Aku duduk di
kursi depan kelasku sambil sesekali melihat ke sekeliling sekolah, siapa tahu
ia berjalan melewati kelasku. Tepat saja, tak berselang lama sesosok orang yang
kunanti datang juga, berjalan mendekat ke arahku. Ia mengintip ke dalam
kelasku, seperti sedang mencari sesuatu, wajahnya pun tampak kebingungan.
“Kelasmu
udah kosong.” katanya
“Emang iya.”
jawabku.
”Terus,
kenapa kamu masih di sini? Nggak pulang?” tanyanya yang masih berdiri.
“Nungguin
kamu.” jawabku tersenyum.
“Hah??
Nungguin aku? Ngapain?” tanyanya yang terlihat semakin bingung.
“Aku
mau ngembalikan jas hujan ini ke kamu, makasih ya.” ucapku sembari menyodorkan
jas hujan ke arahnya. Ia tersenyum.
“Sama-sama.
Ya udah, ayo kita pulang, bareng aja ke parkirannya.”
“Oh,
aku nggak ke parkiran. Hari ini aku naik bis, tadi pagi ban motor aku bocor.”
jelasku.
“Ya udah
nggak apa, pulang sama aku aja.” tawarnya.
“Mmmm…
nggak usah deh, makasih. Lagi pula rumah kita kan nggak searah.”
“Itu
nggak masalah.”
“Mmmmm…”
“Kamu
lama ya. Udah ah, ayo?!!” katanya yang lalu menarik lenganku menuju parkiran.
***
Sejak
itulah aku menjadi lebih akrab dengannya. Terkadang saat hujan turun ia lebih
memilih menemaniku di sekolah hingga hujan redah. Bukan karena aku tak membawa
jas hujan lagi, tetapi ada suasana romantis di sana. Mungkin ia tak pernah
menembakku, tapi aku yakin ada suatu perasaan yang memang hadir di tengah
keberadaanku dan dirinya. Perasaan yang menggantung memang. Hah… biarlah hujan
yang mengerti akan perasaan itu.
***
Komentar
Posting Komentar